Rabu, 22 Februari 2017
Jokowi: Kalau Freeport Sulit Diajak Berunding, Saya Akan Bersikap
21.08
No comments
Presiden Joko Widodo saat meresmikan
peluncuran uang rupiah baru di Gedung Bank Indonesia, Senin (19/12/2016). Bank
Indonesia meluncurkan uang NKRI baru dengan menampilkan 12 pahlawan nasional,
Adapun uang desain baru yang diluncurkan hari ini mencakup tujuh pecahan uang
rupiah kertas dan empat pecahan uang rupiah logam.
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo akan
mengambil sikap terkait negosiasi antara PT Freeport Indonesia
dan Pemerintah Indonesia.
"Kalau memang sulit diajak musyawarah,
sulit diajak berunding, saya akan bersikap," ujar Jokowi di GOR Cibubur,
Jakarta Timur, Kamis (23/2/2017) pagi.
Namun, Jokowi menegaskan bahwa proses
negosiasi masih terus berjalan. Selama proses masih berlangsung, Jokowi
menyerahkannya kepada menteri terkait.
"Sekarang ini biar menteri dulu,"
ujar Jokowi.
Pada dasarnya, lanjut Jokowi, Pemerintah
Indonesia hanya ingin mencari solusi yang tidak berat sebelah.
"Kita ingin dicarikan solusi yang
menang-menang, solusi yang win-win. Kita ingin itu. Karena ini
urusan bisnis," ujar Jokowi.
"Namun, ya kalau memang sulit diajak
musyawarah, sulit diajak berunding, saya akan bersikap," lanjut Jokowi
menegaskan kembali pernyataan sebelumnya.
PT Freeport Indonesia
menyatakan tidak dapat menerima syarat-syarat yang diajukan pemerintah dan
tetap akan berpegang teguh pada status Kontrak Karya (KK).
Penyelesaian sengketa di Mahkamah Arbitrase
Internasional akan menjadi pilihan jika tidak ada jalan keluar dari kedua
pihak.
Terkait upaya negosiasi dengan pemerintah yang
belum menemui titik terang, Freeport memiliki waktu 120 hari sejak
pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia tentang sengketa tersebut.
Freeport mengajukan keberatan mereka kepada
pemerintah, Jumat (17/2/2017). Ketentuan itu diatur dalam KK, khususnya Pasal
21 tentang Penyelesaian Sengketa.
Pemerintah mengumumkan perubahan status
operasi Freeport dari status KK menjadi status Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK) pada 10 Februari lalu.
Perbedaan kedua status operasi tersebut adalah
posisi negara dengan perusahaan dalam KK setara, sedangkan dalam IUPK posisi
negara yang diwakili pemerintah lebih tinggi selaku pemberi izin.
Dalam IUPK, skema perpajakan bersifat prevailing atau
menyesuaikan aturan yang berlaku.
Perusahaan juga dikenai kewajiban melepas
sahamnya sedikitnya 51 persen kepada Pemerintah Indonesia atau swasta nasional.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun
2017, hanya perusahaan pemegang IUPK yang bisa mengekspor konsentrat.
Sumber : kompas.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar