Kamis, 24 November 2016

Pertumbuhan Uang Beredar Menyusut Gara-Gara Tax Amnesty


Gejolak Rupiah Tak Hambat Repatriasi Rp 100 Triliun di Akhir Tahun
Pertumbuhan uang beredar di masyarakat melambat akibat program pengampunan pajak (tax amnesty). Pangkal soalnya adalah, pemerintah menyimpan uang tebusan dari peserta program itu di Bank Indonesia sehingga simpanan pemerintah pusat di bank sentral melonjak 55,6 persen pada September lalu (year on year/yoy).
Bank Indonesia (BI) mencatat, total uang beredar dalam arti luas (M2) cuma tumbuh 5,1 persen (yoy) menjadi sebesar Rp 4.737,3 triliun pada September lalu. Pertumbuhannya terus melambat dalam tiga bulan terakhir. Total uang beredar pada Juli dan Agustus lalu masih bisa tumbuh masing-masing 8,2 persen dan 7,8 persen.
“Perlambatan pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan kredit perbankan dan kontraksi operasi keuangan pemerintah pusat pada September 2016,” demikian tertulis dalam laporan yang diterbitkan Divisi Statistik Moneter dan Fiskal BI, Senin (31/10). 
Sekadar informasi, uang beredar dalam arti luas ini mencakup uang kartal dan giral, uang kuasi (tabungan dan simpanan berjangka di bank), dan surat berharga yang dimiliki sektor swasta domestik dengan jangka waktu hingga satu tahun. (Baca juga: Dana Bank Tersedot Tax Amnesty, BI "Suntik" Rp 35 Triliun)
Pertumbuhan uang beredar di masyarakat bisa juga dipantau dari fluktuasi dana pemerintah pusat di bank sentra. Pada Agustus lalu, simpanan pemerintah pusat di BI merosot hingga minus 0,5 persen (yoy), namun berbalik melesat 55,6 persen pada September lalu. Kenaikan tersebut sejalan dengan penerimaan dana tebusan tax amnesty. Sekadar catatan, hingga akhir September lalu, pemerintah berhasil mengumpulkan duit tebusan sebesar Rp 97 triliun.
Sementara itu, penyaluran kredit bank juga terpantau masih seret. Pertumbuhan kredit tercatat susut dari 6,8 persen pada Agustus (yoy) menjadi 6,4 persen pada September lalu. Adapun total penyaluran kredit telah mencapai Rp 4.243,9 triliun.
Rinciannya, kredit modal kerja (KMK) tumbuh melambat dari 4,5 persen pada Agustus (yoy) menjadi 4,1 persen pada September, sehingga total penyaluran KMK menjadi sebesar Rp 1.970,7 triliun. Perlambatan terutama terjadi pada sektor industri pengolahan serta keuangan, real estate, dan jasa perusahaan.
Kredit investasi (KI) juga melambat dari 9,5 persen (yoy) menjadi 9,3 persen, sehingga total kredit investasi yang sudah disalurkan menjadi Rp 1.067 triliun. Perlambatan utamanya terjadi pada sektor industri pengolahan serta perdagangan, hotel dan restoran.
Yang menarik, pertumbuhan kredit untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) justru meningkat dari 8,9 persen pada Agustus (yoy) menjadi 9,3 persen pada September lalu. Total penyalurannya mencapai Rp 781,9 triliun. (Baca juga: OJK Siapkan Antisipasi Perluasan Kredit Bermasalah)
Akibat berbagai kondisi itulah, pertumbuhan uang beredar kian melambat di seluruh komponen. Uang kartal dan giral berdenominasi rupiah (M1) cuma tumbuh 5,9 persen (yoy) pada September lalu menjadi Rp 1.126 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 10,6 persen.
Sementara itu, uang kuasi alias simpanan masyarakat hanya tumbuh 5 persen (yoy) menjadi Rp 3.598,9 triliun. Padahal, bulan sebelumnya, pertumbuhannya mencapai 7 persen. Hal itu sejalan dengan melambatnya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dari 6,7 persen pada Agustus menjadi cuma 4 persen pada September lalu.
Rinciannya, simpanan berjangka cuma tumbuh 2,7 persen (yoy) dari sebelumnya 4,6 persen dan tabungan tumbuh 11,5 persen dari sebelumnya 14,6 persen. Adapun giro merosot menjadi minus 3,1 persen, padahal sebelumnya masih bisa tumbuh tipis yaitu sebesar 0,8 persen.
Penyusutan simpanan berupa giro valas tercatat membaik dari semula minus 19,6 persen menjadi minus 17,1 persen. “Hal ini didorong oleh tambahan giro valas terkait repatriasi dana valas masyarakat dari luar negeri,” demikian tertulis dalam laporan Divisi Statistik Moneter dan Fiskal BI. 
Di sisi lain, surat berharga selain saham merosot makin dalam dari minus 9,9 persen menjadi minus 35,8 persen. Alhasil, total penempatan di surat berharga turun dari Rp 14,1 triliun menjadi 12,3 triliun.

Sumber : katadata.co.id 

0 komentar:

Posting Komentar