Kamis, 24 November 2016
Pertumbuhan Uang Beredar Menyusut Gara-Gara Tax Amnesty
18.37
No comments
Gejolak Rupiah Tak
Hambat Repatriasi Rp 100 Triliun di Akhir Tahun
Pertumbuhan uang
beredar di masyarakat melambat akibat program pengampunan pajak (tax amnesty).
Pangkal soalnya adalah, pemerintah menyimpan uang tebusan dari peserta program
itu di Bank Indonesia sehingga simpanan pemerintah pusat di bank sentral
melonjak 55,6 persen pada September lalu (year on year/yoy).
Bank Indonesia (BI)
mencatat, total uang beredar dalam arti luas (M2) cuma tumbuh 5,1 persen (yoy)
menjadi sebesar Rp 4.737,3 triliun pada September lalu. Pertumbuhannya terus
melambat dalam tiga bulan terakhir. Total uang beredar pada Juli dan Agustus
lalu masih bisa tumbuh masing-masing 8,2 persen dan 7,8 persen.
“Perlambatan
pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan kredit perbankan dan
kontraksi operasi keuangan pemerintah pusat pada September 2016,” demikian
tertulis dalam laporan yang diterbitkan Divisi Statistik Moneter dan Fiskal BI,
Senin (31/10).
Sekadar informasi,
uang beredar dalam arti luas ini mencakup uang kartal dan giral, uang kuasi
(tabungan dan simpanan berjangka di bank), dan surat berharga yang dimiliki
sektor swasta domestik dengan jangka waktu hingga satu tahun. (Baca juga: Dana
Bank Tersedot Tax Amnesty, BI "Suntik" Rp 35 Triliun)
Pertumbuhan uang
beredar di masyarakat bisa juga dipantau dari fluktuasi dana pemerintah pusat
di bank sentra. Pada Agustus lalu, simpanan pemerintah pusat di BI merosot
hingga minus 0,5 persen (yoy), namun berbalik melesat 55,6 persen pada
September lalu. Kenaikan tersebut sejalan dengan penerimaan dana tebusan tax
amnesty. Sekadar catatan, hingga akhir September lalu, pemerintah berhasil
mengumpulkan duit tebusan sebesar Rp 97 triliun.
Sementara itu,
penyaluran kredit bank juga terpantau masih seret. Pertumbuhan kredit tercatat
susut dari 6,8 persen pada Agustus (yoy) menjadi 6,4 persen pada September
lalu. Adapun total penyaluran kredit telah mencapai Rp 4.243,9 triliun.
Rinciannya, kredit
modal kerja (KMK) tumbuh melambat dari 4,5 persen pada Agustus (yoy) menjadi
4,1 persen pada September, sehingga total penyaluran KMK menjadi sebesar Rp
1.970,7 triliun. Perlambatan terutama terjadi pada sektor industri pengolahan
serta keuangan, real estate, dan jasa perusahaan.
Kredit investasi
(KI) juga melambat dari 9,5 persen (yoy) menjadi 9,3 persen, sehingga total
kredit investasi yang sudah disalurkan menjadi Rp 1.067 triliun. Perlambatan
utamanya terjadi pada sektor industri pengolahan serta perdagangan, hotel dan
restoran.
Yang menarik,
pertumbuhan kredit untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) justru
meningkat dari 8,9 persen pada Agustus (yoy) menjadi 9,3 persen pada September
lalu. Total penyalurannya mencapai Rp 781,9 triliun. (Baca juga: OJK Siapkan
Antisipasi Perluasan Kredit Bermasalah)
Akibat berbagai
kondisi itulah, pertumbuhan uang beredar kian melambat di seluruh komponen.
Uang kartal dan giral berdenominasi rupiah (M1) cuma tumbuh 5,9 persen (yoy)
pada September lalu menjadi Rp 1.126 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 10,6 persen.
Sementara itu, uang
kuasi alias simpanan masyarakat hanya tumbuh 5 persen (yoy) menjadi Rp 3.598,9
triliun. Padahal, bulan sebelumnya, pertumbuhannya mencapai 7 persen. Hal itu
sejalan dengan melambatnya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dari 6,7 persen pada
Agustus menjadi cuma 4 persen pada September lalu.
Rinciannya,
simpanan berjangka cuma tumbuh 2,7 persen (yoy) dari sebelumnya 4,6 persen dan
tabungan tumbuh 11,5 persen dari sebelumnya 14,6 persen. Adapun giro merosot
menjadi minus 3,1 persen, padahal sebelumnya masih bisa tumbuh tipis yaitu
sebesar 0,8 persen.
Penyusutan simpanan
berupa giro valas tercatat membaik dari semula minus 19,6 persen menjadi minus
17,1 persen. “Hal ini didorong oleh tambahan giro valas terkait repatriasi dana
valas masyarakat dari luar negeri,” demikian tertulis dalam laporan Divisi
Statistik Moneter dan Fiskal BI.
Di sisi lain, surat
berharga selain saham merosot makin dalam dari minus 9,9 persen menjadi minus
35,8 persen. Alhasil, total penempatan di surat berharga turun dari Rp 14,1
triliun menjadi 12,3 triliun.
Sumber :
katadata.co.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar