Kamis, 06 Oktober 2016

Ini yang Bikin Rupiah Gonjang-ganjing



Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia selalu dihantui dengan isu kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) oleh Federal Reserve (The Fed). Setiap kali para petinggi dari The Fed rapat, maka kurs rupiah beserta mata uang lainnya selalu bergejolak.

Isu tersebut juga yang menjadi salah satu komponen yang mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dua pekan terakhir, rupiah menguat dan membuat dolar AS lengser dari Rp 13.000. Sepekan terakhir, dolar AS kembali menguat dan kembali di posisi Rp 13.000.

"Kenapa selalu bicara suku bunga AS? Suka tidak suka, perdagangan dunia sampai sekarang yang digunakan adalah dolar Amerika Serikat (AS)," ungkap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara dalam seminar terkait prospek ekonomi Indonesia di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (6/10/2016).

Di samping itu, banyak aktivitas lainnya yang juga menggunakan dolar AS. Di antaranya adalah investasi, pasar modal hingga utang luar negeri juga sebagian besar menggunakan dolar AS.

"Investasi di dunia masih dalam dolar AS. Bicara portofolio
 inflows, itu adalah dolar AS. Bicara kredit utang luar negeri itu sebagian besar dolar AS," terangnya.

Mirza menjelaskan, isu kenaikan suku bunga AS mencuat sejak 2013. Saat AS memutuskan untuk kembali menggenjot perekonomian lewat kebijakan moneter. Namun hal tersebut baru terealisasi pada 2015.

"Dari 2013 itu kita masih menunggu terus kenaikan suku bunga tapi tapi tidak terjadi. Justru yang terjadi adalah
 volatility. Maka periode itu kurs mengalami gejolak," ujar Mirza.

Ke depannya, menurut Mirza, kenaikan suku bunga acuan AS sudah lebih bisa diprediksi. Sehingga gejolak yang timbul pada pasar keuangan, khususnya nilai tukar tidak terlalu besar.

"Sejak Desember 2015, maka kemudian kurs bisa jauh lebih stabil," terangnya.

Proyeksi Kenaikan Suku Bunga AS

BI memproyeksikan, akhir tahun ini suku bunga acuan AS akan kembali naik. Sementara untuk 2017, kenaikan diproyeksikan sebanyak dua kali dari yang sebelumnya dibayangkan tiga kali.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Juda Agung menyatakan, proyeksi tersebut seiring dengan kondisi makro ekonomi AS yang belum sesuai harapan. Untuk pertumbuhan ekonomi saja diproyeksi hanya 1,6% dari sebelumnya 2,2%.

"Kami perkirakan The Fed naikkan sekali di Desember dan tahun depan, kami lihat prediksinya kelihatan 2 kali," tegas Juda.
 (mkl/drk)

Sumber : detik.com

0 komentar:

Posting Komentar